AZAZ PENDIDIKAN DI INDONESIA
Tut Wuri Handayani dan Alam Takambang Jadi Guru
Sebuah perbandingan
Di Indonesia kita mengenal ada dua ungkapan sering digunakan oleh masyarakat tentang azaz pendidikan, yakni pertama"Tut Wuri Handayani" dan satu lagi adalah : Alam Takambang Jadi Guru", Yang pertama ungkapan berasal dari daerah Jawa dan satu lagi berasala dari daerah Minang Kabau alias Sumatera Barat.
Dalam dunia filsafat khususnya Filsafat Pendidikan ungkapan ini sangat menarik dibicarakan, hanya saja pembahasannya belum memadai. Namun ungkapan ini sangat populer diceritakan dari mulut ke mulut (secara oral). Setiap orang Minang Kabau dengan mudahnya menangkap maksud dari ungkapan tersebut. Tulisan berikut ini secara sederhana menjelaskan hanya dari segi makna yang terkandung di dalamnya dan perbedaan yang sangat mendasar di antara keduanya.
Di Indonesia kita mengenal ada dua ungkapan sering digunakan oleh masyarakat tentang azaz pendidikan, yakni pertama"Tut Wuri Handayani" dan satu lagi adalah : Alam Takambang Jadi Guru", Yang pertama ungkapan berasal dari daerah Jawa dan satu lagi berasala dari daerah Minang Kabau alias Sumatera Barat.
Dalam dunia filsafat khususnya Filsafat Pendidikan ungkapan ini sangat menarik dibicarakan, hanya saja pembahasannya belum memadai. Namun ungkapan ini sangat populer diceritakan dari mulut ke mulut (secara oral). Setiap orang Minang Kabau dengan mudahnya menangkap maksud dari ungkapan tersebut. Tulisan berikut ini secara sederhana menjelaskan hanya dari segi makna yang terkandung di dalamnya dan perbedaan yang sangat mendasar di antara keduanya.
Tut Wuri
Handayani
Ajaran
kepemimpinan Ki Hadjar Dewantara yang sangat populer di kalangan
masyarakat Indonesia adalah Tut Wuri Handayani. Di dalam konsep
ini terkandung tiga fungsi utama yakni, Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madyo
Mbangun Karso, Tut Wuri Handayani. Yang pada intinya bahwa seorang
pemimpin harus memiliki ketiga sifat tersebut agar dapat menjadi
efektif bagi orang-orang yang menjadi anggota komunitasnya..
Ing Ngarso
Sun Tulodo artinya Ing ngarso itu didepan / dimuka, Sun berasal dari kata
Ingsun yang artinya saya, Tulodo berarti teladan. Jadi makna Ing
Ngarso Sun Tulodo adalah menjadi seorang pemimpin harus mampu memberikan
suri tauladan bagi orang – orang yang dipimpinnya.
Sehingga yang harus dipegang teguh oleh seseorang adalah kata suri
teladan.
Ing Madyo
Mbangun Karso, Ing Madyo artinya di tengah-tengah, Mbangun berarti
membangkitan atau menggugah dan Karso diartikan sebagai bentuk kemauan
atau niat. Jadi makna dari kata itu adalah seorang pemimpin harus juga mampu
membangkitkan atau menggugah semangat orang-orang yang dipimpinnya atau anggota
masyarakat. Karena itu seorang pemimpin juga harus mampu memberikan motivasi
kepada anggota kelompok dengan menciptakan suasana yang lebih kondusif untuk
keamanan dan kenyamanan.
Demikian pula dengan
kata Tut Wuri Handayani, Tut Wuri artinya mengikuti dari belakang dan
handayani berarti memberikan dorongan moral atau semangat. Sehingga Tut
Wuri Handayani artinya seseorang harus memberikan dorongan moral dan
semangat kerja dari belakang. Dorongan moral ini sangat dibutuhkan
oleh orang – orang yang dipimpinnya.
Jadi secara
tersirat Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madyo Mbangun Karso, Tut Wuri Handayani
berarti figure seorang pemimpin yang baik adalah disamping menjadi suri
tauladan atau panutan, tetapi juga harus mampu menggugah semangat dan
memberikan dorongan moral dari
belakang agar orang – orang dipimpinnya dapat
merasakan situasi yang baik dan bersahabat. Sehingga seorang pemimpin
dapat menjadi manusia yang bermanfaat di masyarakat.
Ajaran
kepemimpinan Ki Hadjar Dewantara tersebut oleh Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan Indonesia dibuatkan lambangnya. Lambang tersebut di
tempelkan di dinding –dinding sekolah, lambang pada pakaian seragam
sekolah dan pada kop surat serta pada buku-buku pelajaran.
Hanya
Sebagai Fungsi / Sikap Pemimpin.
Kalau kita
cermati makna yang terkandung di dalam azas Tut Wuri Handayani ini sangat
dominan dan tegas tertuju untuk menuntun “sikap” seorang “pemimpin”.
Konsep dasarnya berlaku hanya di dalam masyarakat atau hanya di dalam
kelompok. Tut Wuri Handayani secara logika (ilmu sistem menalar) hanya
menunjukan tugas seorang pemimpin dalam kelompok atau masyarakat. Ini berarti
bahwa Tut Wuri Handayani hanya dapat dijadikan sebagai salah satu “azas
kepemimpinan”. Azas ini bermula dari ide Ki Hadjar
Dewantara yang digunakan sebagai azas pendidikan Taman Siswa. Tut Wuri
Handayani telah diadopsi sebagai azas pendidikan nasional di Indonesia.
Sampai saat ini masih merupakan azas pendidikan nasional Indonesia.
Jika
azas Tut Wuri Handayani di sekolah maknanya akan tertuju hanya
kepada fungsi yang harus dijalankan oleh seorang guru. Yakni seorang yang
berperan sebagai pemimpin di dalam kelompok murid-muridnya. Maka seorang
guru harus menunjukkan sikap yang baik, yakni memberikan contoh panutan
atau teladan, artinya dia harus selalu bersikap dan berpenampilan yang dapat
dan seharusnya memang harus dicontoh oleh anak muridnya. Berkata selalu sopan,
datang dan pulang sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan (kita maksudkan
berdisiplin yang baik). Senantiasa bersama murid memberikan semangat dalam
menuntut ilmu atau belajar. Sang guru juga menjalankan fungsinya
memberikan motivasi dan dorongan moral kepada anak didik untuk terus maju dan
berjuang menuntut ilmu. Dengan kata lain berarti juga “Tut Wuri Handayani”
lebih kental bermakna sebagai ” metodologi pendekatan ” dalam mendidik.
Kalau
demikian halnya, jika hanya kalau dihubungkan dengan anak didik berarti Tutwuri
Handayani pengertianya sangat terbatas. Anak hanya mencontoh apa yang ada
pada guru, mengikuti apa yang sedang di kerjakan guru dan juga motivasi yang
diberikan hanya sebatas apa yang dipahami oleh guru. Dengan kata lain
lingkar wawasan anak hanya seputar guru. Ini tentu akan bermakna guru
sebagai salah satu sumber atau menginspirasi. Tentu saja akan muncul
pertanyaan, bukankah pada dasar pemikiran dan keyakinan kita terdapat, “apa
yang ada diluar kawasan guru “ jauh lebih besar dan luas ? Bahkan dengan
berbagai alternatif pilihan? Tentu saja model sikap mental yang dihasilkannya
suka “nrimo” terutama. Tingkat kepatuhan dan disiplin memang bisa tinggi. Tapi
di samping itu akibat yang ditimbulkannya diantaranya adalah sang
anak akan lambat mengikuti perkembangan. Hal ini juga ada kaitannya
dan diperkuat oleh pengaruh Tut Wuri Handayani yang di
terapkan di Luar persekolahan atau dalam masyarakat. Jika konsep Tut Wuri
Handayani ini didistribusikan secara nasional, maka akan terjadi kemandegan
perkembangan kemampuan berfikir. Anak akan lemah kemampuannya berinisiatif, berkreasi,
dan berinovasi.
Padahal,
seharusnya azas pendidikan adalah merupakan tumpuan cara berfikir yang
memberikan corak terhadap analisis dan praktek pendidikan. Dengan demikian
dapat dikatakan bahwa azas pendidikan lebih memfokuskan analisa kepada cara penyelenggaraan
yang didasarkan kepada pemikiran-pemikiran tentang bagaimana seharusnya dan
layaknya pendidikan diselenggarakan. Dasar pemikiran tersebut berlaku untuk
semua baik subjek maupun objek pendidikan, baik untuk pendidik maupun
anak didik. Disamping itu juga azas pendidikan harus memungkinkan anak dapat
berkembang seoptimal mungkin dimana saja dan kapan saja. Dengan kata lain apa
yang harus dikerjakan guru (termasuk pola pikir) dan bagaimana perlakuan
terhadap anak didik berpedoman kepada azas itu. Demikian pula seorang anak
didik apa yang harus dikerjakannya dan bagaimana dia bersikap dalam memperoleh
ilmu dan keterampilan juga berpedoman kepada pesan moral dan spririt yang ada
pada azas tersebut. Sebagai contoh misalnya, pendidikan berazaskan “kemanusiaan”,
” keadilan “, dan sebagainya. Yang lebih penting dari itu azas kerjasama
dan kesetaraan.
Alam Takambang Jadi Guru
Alam
takambang jadi guru adalah pepatah yang berasal dari Minangkabau. Kalau dijadikan bahasa
Indonesia, kira-kira menjadi ” alam terkembang (terbentang luas) dijadikan
sebagai guru “. Dewasa ini, pepatah tersebut masuk dalam moto
pembelajaran untuk guru. Entah kapan dimulai, yang jelas perangkat
pembelajaran tersebut telah digandakan oleh banyak guru. Secara tidak langsung
menyebarluaskan pepatah alam takambang jadi guru. Nyata bagi
banyak guru pepatah ini sudah familiar juga. Bahkan di Negeri Belanda juga
sangat dikenal oleh pakar pendidikan di sana.
Gerbang Universitas Negeri Padang- Sumatera Barat,
Indonesia.
(Foto Jalius, arah dari dalam keluar,
menggunakan Axio Android)
Guru di
daerah Sumatra Barat dan guru-guru penutur bahasa Melayu pada umumnya akan
langsung mengerti makna pepatah tersebut. Di Ranah Minang ungkapan tersebut
sangat komunikatif. Sementara itu, mereka yang tidak mengerti
bahasa Melayu dan bahasa Minang, hanya bisa mengira dan mendiskusikan
pengertiannya kepada teman sejawat. Namun mereka tidak akan banyak menemui
kesulitan untuk itu. Lagi pula konsep alam takambang jadi guru sangat praktis
dan universal. Cakupannya meliputi semua dimensi.
Pepatah AlamTakambang
jadi guru ini sangat dipahami oleh setiap orang yang berasal dari Sumatra
Barat. Pewarisannya secara oral. Pepatah ini diajarkan turun temurun. Dewasa
ini penyebarannya selain secara lisan juga melalui berbagai karya tulis,
termasuk di dalamnya karya sastra. Pepatah atau ungkapan ini bermakna ‘agar
kita belajar pada alam yang menyajikan berbagai fenomena. Alam terbentang
luas senantiasa mengabarkan sebuah kearifan’. Sejatinya pepatah atau ungkapan
filosofi ini mengandung makna, pertama menunjukan sikap seseorang terhadap
tanggung jawab yang seharusnya ia dilaksanakan dalam rangka pengembangan diri. Kedua
ungkapan ini bermakna menunjukan kepada kita apa sesungguhnya sumber dari
pengetahuan dan teknologi atau keterampilan. AlamTakambang yakni
menujukan sumber belajar yang sesungguhnya, yakni sumber belajar yang
sungguh-sungguh dapat memenuhi “kebutuhan kita semua” yang sifatnya selalu ada
sepanjang zaman.
Alam
diciptakan Allah untuk dimanfaatkan untuk beragam keperluan. Dapat dirinci, di
antaranya sangat banyak pelajaran yang bisa diambil darinya. Karena
itu muncul ungkapan orang Minangkabau yang mengatakan “Alam Takambang
jadi Guru” itu. Banyak sudah teknologi canggih yang kita gunakan
sekarang ini mengambil prinsip kerjanya dari alam ini. Untuk itu kita
selalu bersahabat dengan alam (lingkungan dimana kita berada) agar kita
selalu dapat memetik pelajaran darinya.
Alam Takambang Sebagai Sumber Belajar
Alam
Takambang Jadi Guru
pengertian yang paling pas untuk itu adalah “alam” (sama juga dengan
bahasa Indonesia) yang “Takambang” (membentang luas) ini atau alam
raya ini dengan segala isinya. Jadi Guru diartikan di jadikan sebagai
“guru ” ( sama dengan bahasa Inonesia ). “ Guru ” maksudnya
adalah apa yang ada yang dapat memberikan pelajaran kepada kita atau apa yang
dapat kita pelajari padanya. Maka guru disini bermakna luas, berlaku untuk
semua baik berupa orang dan alam sekitar di segala tempat dan keadaan.
Dengan kata lain maksud guru itu adalah sumber belajar, baik untuk disekolah
maupun diluar persekolahan. Anak dapat belajar dirumah dengan buku dan
internet, anak dapat belajar dengan binatang piaraan dan tanaman dikebun atau
air yang mengalir disungai. Orang dewasa juga demikian belajar kapan saja dan
dimana saja sumber belajarnya tetap saja apa yang ada di lingungannya.
AECT (Association
for Education and Communication Technology) menyatakan bahwa sumber belajar
(learning resources) adalah semua sumber baik berupa data, orang dan wujud
tertentu yang dapat digunakan oleh siswa dalam belajar, baik secara terpisah
maupun secara terkombinasi sehingga mempermudah siswa dalam mencapai tujuan
belajar atau mencapai kompetensi tertentu. Sumber belajar adalah bahan-bahan
yang dimanfaatkan dan diperlukan dalam proses pembelajaran, yang dapat berupa
buku teks, media cetak, media elektronik, narasumber, lingkungan sekitar, dan
sebagainya yang dapat meningkatkan kadar keaktifan dalam proses pembelajaran.
Sumber
belajar adalah segala sesuatu yang tersedia di sekitar atau di lingkungan
belajar yang berfungsi untuk membantu optimalisasi aktifitas
belajar. Optimalisasi aktifitas belajar ini dapat dilihat tidak
hanya dari hasil belajar saja, namun juga dilihat dari proses pembelajaran yang
berupa interaksi siswa dengan berbagai sumber belajar. Sumber belajar dapat
memberikan rangsangan untuk belajar dan mempercepat pemahaman dan penguasaan
bidang ilmu yang dipelajari. Kegiatan belajarnya dapat berlansung dimana saja
dan kapan saja, dengan kata lain dengan sumber belajar yang bersifat sangat
luas itu anak belajar tidak terikat oleh ruang dan waktu.
Hal ini
berarti bahwa bahwa alam sekitar yang dijadikan sumber belajar bermakna jauh
lebih luas dan lebih bervariasi jika dibandingan “guru” di sekolah
sebagai sumber belajar. Dengan hal yang seperti itu semua orang akan mendapat
peluang untuk belajar sepanjang hayat, karena didukung dengan ketersediaan
sumber belajar dimana-mana. Hal ini juga mengandung makna bahwa seorang guru
yang mengajar mengambil bahan pelajaran juga berasal dari Alam Takambang ini.
Alam Takambang Jadi Guru tantu saja merupakan sumber belajar
yang maha lengkap, jauh lebih lengkap jika dibandingkan dengan sumber belajar
pendidikan formal yang berupa pustaka, labortoriun dan work shop. Belajar
dengan Alam Takambang akan selalu serasi dan selaras dengan perkembangan
anak, perkembangan anak dan perkembangan ilmu dan teknologi. Karena belajar
dengan Alam Takambang tidak akan ada dijumpai apa yang disebut dengan keterikatan,
keterbelakangan, keterbatasan , kadaluarsa dan lain sebagainya. Alam
Takambang dijadikan guru tidak jadi soal jauh atau dekat karena dengan bantuan
teknologi banyak hal menjadi sangat mudah.
Dengan
prinsip-prinsip belajar dengan Alam Takambang akan menumbuhkan jiwa kemerdekaan,
seseorang hanya patuh dan hormat kepada kebenaran dan patuh dan hormat kepada
kebajikan, bukan patuh kepada siapa-siapa.
Komentar
Posting Komentar